Dalam pasal ini ada beberapa faktor paling signifikan yang membuat manusia tersesat, di antaranya:
1. Bujuk rayu syaitan.
2. Insiparasi yang datang dari nafsu ammaarah.
3. Godaan hawa nafsu.
Ketiga hal tersebut merupakan sumber kejahatan dan fitnah serta sumber kesesatan dan kerusakan pada masa-masa kritis.
1. Bujuk rayu syaitan
Allah SWT berfirman (artinya), Iblis berkata: "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan". Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh." Iblis menjawab: "Karena Engkau Telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)," (Al-A'raaf: 14-17).
Berkata Iblis: "Ya Tuhanku!, (kalau begitu) Maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan." Allah berfirman: "(Kalau begitu) Maka Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai hari waktu yang Telah ditentukan." Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka," (Al-Hijr: 36-40).
Lepaskan diri dari godaan dan penyesatan syaitan
1. Menjadikan syaitan sebagai musuh. Sebagaimana dalam firman Allah:
"Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagi kalian, Maka jadikanlah ia musuh (kalian), karena sesungguhnya syaian-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala," (Fathir: 6).
2. Mengikuti rambu-rambu yang telah ditentukan oleh Allah dan berjalan di atas jalan yang lurus. Firman Allah SWT:
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus," (Yaasiin: 60-61).
"Dan sesungguhnya (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa," (Al-An'am: 153).
3. Berusaha menjadi seorang mukmin yang bertawakkal dan memohon perlindungan kepada Allah. Firman Allah SWT, "Apabila kamu membaca Al-Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syetan yang terkutuk. Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhan-nya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang menjadikannya sebagai wali-wali mereka dan atas orang-orang yang mempersekutukanhya dengan Allah," (An-Nahl: 98-100).
4. Senantiasa bersungguh-sungguh menjadi orang yang mengingat Allah, melaksanakan ibadah dan ketaatan kepada-Nya. Firman Allah awt:
"Barangsiapa yang berpaling dari mengingat Allah yang Maha Pemurah (Al-Quran), maka akan Kami datangkan baginya syaitan (yang menyesatkan), maka syetan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan Sesungguhnya syetan-syetan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk," (Az-Zukhruf: 36-37).
5. Senantiasa menumbuhkan ketakwaan kepada Allah dan muraqobah kepada-Nya. Firman Allah swt: "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya," (Al-A'raf: 201).
Selalu mengingat, dan sadar setelah dilupakan oleh syetan, menjauhkan diri dari orang-orang yang sesat supaya keimanannya kembali dan selalu berada bersama orang-orang yang bertakwa dan beriman. Firman Allah swt:
"Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)," (Al-An'aam: 68).
2. Insipirasi Yang datang dari Nafsu Ammarah
Ketika Allah menciptakan jiwa manusia, Ia telah mengiringkan padanya dua kecenderungan, kecenderungan terhadap hal-hal yang baik dan kecenderungan kepada hal-hal yang buruk.
Jika manusia menghiasi dengan akhlak-akhlak terpuji, memuliakan dengan amal shaleh, dan memperbaikinya dengan ilmu dan pengajaran maka jiwa tersebut akan tumbuh di atas pondasi kecenderungan untuk mengikuti petunjuk dan kebaikan
.
Adapun jika manusia mengabaikan jiwanya dan meninggalkannya tanpa perhatian sama sekali, sehingga karat jahliyiyah akan menggerogotinya, penyakit kawan-kawan jahat menutupinya, dan lingkungan yang rusak, maka sesungguhnya jiwanya akan tumbuh di atas kecenderungan kuatu untuk berbuat jahat, membuat kerusakan dan melenceng dari jalan yang benar.
Kecenderungan-kecenderungan ini, yang baik ataupun yang buruk pada jiwa manusia, telah dijelaskan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Allah swt berfirman, “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy-Syams: 7-10).
Rasulullah saw. bersabda (artinya), “Setiap bayi yang dilahirkan itu menurut fitrahnya, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi.” (HR Bukhari).
Imam Al-Ghazali rhm dalam kitabnya Ihya 'Ulumiddin menegaskan makna hadits di atas, yakni perihal kecenderungan dan kesiapan jiwa manusia untuk mengikuti kebaikan atau keburukan dan kesiapannya untuk istiqamah atau melenceng, beliau mengatakan, "Anak itu adalah amanah yang ada di pundak kedua orang tua, hatinya bersih sebersih batu permata mulia, dan jika ia dibinasakan berbuat jahat dan tak dipedulikan layaknya binatang ternak, maka ia akan celaka dan binasa. Adapun cara menjaganya adalah dengan mendidiknya, mengajarinya dan menuntunnya dengan akhlak-akhlak yang terpuji."
Jiwa manusia itu menurut pandangan Al-Qur'an ada tiga macam:
1. Nafsul amarah bis suu', yaitu jiwa yang selalu memerintahkan kepada hal-hal yang buruk.
2. Nafsul Lawwamah, yaitu yang selalu menyesali diri sendiri.
3. Nafsul Muthma'innah, yaitu yang penuh dengan ketenangan.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
4. Nafsul Ammaarah bis Suu' Allah SWT berfirman, "Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang,"(Yusuf: 53).
5. Nafsul Lawwamah Allah SWT berfirman, "Aku bersumpah demi hari kiamat, Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri),"(Al-Qiyamah: 1-2).
Mujahid menafsirkan ayat di atas, "Ia adalah jiwa yang menyesali dirinya sendiri atas kejahatan atas kejahatan mengapa ia lakukan dan menyesali kebaikan, mengapa ia tidak banyak mengerjakannya. Dan ia senantiasa menyesali meski telah bersungguh-sungguh dalam melakukan keta'atan."
Al-Farra' berkata, "Tiada jiwa yang baik ataupun yang fajir itu melainkan ia menyesali dirinya, jika ia mengerjakan kebaikan, ia mengatakan, 'Mengapa engkau tidak menambahnya lebih banyak?' Dan jika ia melakukan perbuatan buruk, ia mengatakan, 'Duhai kiranya aku tidak mengerjakannya!' Jadi bisa dikata bahwa ia merupakan sanjungan bagi jiwa."
6. Nafsul Muthma'innah
Allah SWT berfirman, "Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam syurga-Ku," (Al-Fajr: 27-30).
Nafsul mutma'innah adalah jiwa yang teguh dan mantap dalam keimanan, taqwa, dan Islam. Ia merupakan jiwa yang paling atas kedudukan dan tingkatannya, paling tinggi kemuliaan serta kesuciannya dibandingkan dengan dua jiwa sebelumnya. Ia memiliki berbagai keistimewaan: teguh keimanannya, mantap keyakinannya, senantiasa dalam ketaatan, dan istiqamah dalam menempuh jalan Islam.
Adapun sikap dan solusi bagi orang yang diuji bagi orang yang diuji dengan jiwa yang senantiasa mengajak berbuat buruk adalah hendaknya ia mengetahui bahwa ketika Allah meletakkan pada jiwa manusia dan kecenderungan tersebut. Allah menjadikan pula di dalamnya: kebebasan untuk memilih, kekuatan iradah, akal budi, dan fitrah yang bersih. Dengannya memungkinkan bagi jiwa tersebut untuk memenangkan kecenderungan yang baik atas kecenderungan yang buruk, mendorongnya untuk melangkah di atas jalan yang lurus dan menjauhkan dari jalan maksiat dan kefasikan.
Selain itu, Allah tidak membiarkan manusia berjalan tanpa petunjuk dan terpuruk dalam hawa nafsu, akan tetapi Allah menjelaskan padanya jalan dan menerangkan cara untuk menempuh kehidupan di atas petujuk, akal sehat, dan jalan yang lurus.
Mengenai kebebasan memilih, Allah telah terangkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada yang kafir,” (Al-Insaan: 3).
Adapun mengenai kekutan irodah (kemauan), Allah SWT berfirman, “Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Rabb-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya Jannahlah tempat tinggalnya,” (An-Naazi’aat: 40-41).
Sementara mengenai akal, Allah berfirman, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain dari main-main dan sundau gurau belaka. Dan sungguh kampung akherat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka apakah kalian tidak memikirkannya?” (Al-An’aam: 32).
Sedangkan mengenai fitrah Allah yang diberikan pada jiwa, Allah berfirman, “…(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah…,” (Ar-Ruum: 30)
Adapun mengenai jalan yang telah Allah jelaskan, Allah berfirman, “Dan telah kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri,” (An-Nahl: 89).
Selain itu, Allah akan memudahkan bagi manusia untuk menjalankan syari’at. Allah berfirman, “…Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian…,” (Al-Baqarah: 185).
Dengan solusi-solusi dan sikap-sikap tersebut, jiwa manusia menjadi sempurna. Sehingga ia cepat berpindah dari nafsul lawwamah menjadi nafsul muthma’innah.
Demikianlah jiwa manusia kembali kepada kemuliaannya jika ia mau membersihkan fitrah, mengokohkan iman, mengikuti manhaj (rabbani), berpegang teguh pada batas-batas syari’at Allah, berjihad fisabilillah dan meninggikan kalimat-Nya.
3. Godaan Hawa Nafsu
Yang dimaksud dengan al-hawa al-mutabba’ (hawa nafsu yang diikuti) adalah yang tercela, baik menurut pandangan syar’i maupun akal.
Apabila diperhatikan dengan seksama ayat-ayat Allah yang jelas, hadits-hadits Nabi saw. dan perkataan kaum salaf, niscaya kita dapati bahwa ketiga-tiganya sangat mencela hawa nafsu.
Di antara ayat-ayat Allah yang mencela hawa nafsu adalah firman Allah SWT, “Maka pernahkan kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan-nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan penutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya tersesat)? Maka mengapa kalian tidak mengambil pelajaran?” (Al-Jaatsyiah: 23).
“Andaikan kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini dan semua yang ada di dalamnya,” (Al-Mukminuun: 71).
Dan ayat-ayat lain yang senada cukup banyak jumlahnya.
Adapun dalam hadits, Imam Ahmad, Ibnu Majah, dan al-Hakim telah meriwayatkan dari Nabi saw., beliau bersabda, “Orang yang terhormat itu adalah orang yang menundukkan dirinya dan beramal untuk bekal setelah mati, dan orang yang fajir itu adalah seseorang yang dirinya memperturutkan hawa nafsunya dan berangan-berangan memperoleh balasan yang baik dari Allah.”
Dari Abu Umamah berkata, “Aku pernah mendengar Nabi saw. bersabda, ‘Tiada sesuatu di bawah langit ini yang dipertuhankan oleh manusia yang paling dibenci oleh Allah selain daripada hawa nafsu.”
Adapun di antara ucapan para salaf, sebagaimana yang diucapkan oleh sahabat Ibnu Abbas r.a., ia berkata, “Tiadalah Allah menyebut kata hawa nafsu di dalam Al-Qur’an melainkan pasti mencelanya.”
Sahal at-Tsauri berkata, “Hawa nafsumu adalah penyakitmu, jika engkau melawannya, maka ia jadi obatmu.”
Al-Isybaily az-Zahid berkata, “Lawanlah hawa nafsumu dan tentanglah, karena sesungguhnya orang yang mematuhi hawa nafsunya, maka ia akan dilepaskan oleh hawa nafsunya sejahat-jahat pelepasan. Barang siapa yang mematuhi jiwa yang keras kepala maka ia akan melemparkannya ke jurang kebinasaan.”
Dan perkataan para salaf yang senada masih cukup banyak dan tak mungkin disebutkan satu persatu.
Solusi dan Langkah Yang Harus Diambil Untuk Membebaskan Diri Dari Hawa Nafsu
1. Memperdalam iman.
Yaitu dengan menyakini dari dalam kalbu dan perasaannya bahwa Allah senantiasa menyertainya, mendengarnya, melihatnya, mengetahui apa yang ia nampakkan dan apa yang ia sembunyikan. Allah berfirman, “…tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada pembicaraan antara lima orang melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada pula pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia bersama mereka di mana pun mereka berada,” (Al-Mujaadilah: 7)
.
2. Mengisi waktu luang dengan sesuatu yang bermanfaat.
Nabi saw. bersabda, “…tamaklah terhadap sesuatu yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan lemah…” (HR Muslim).
3. Bergaul dengang orang-orang shaleh.
Nabi saw. bersabda, “Seorang itu mengikuti agama teman karibnya, maka hendaklah seseorang di antara kailan melihat kepada siapa dia berteman karib,” (HR Tirmidzi).
Demikianlah kiat melepaskan diri dari godaan syetan yang menyesatkan dan memohonlah pertolongan kepada Allah untuk melakukannya.
Diringkas dari kitab Asy-Syabab al-Muslimu Fii Muwaajahati at-Tahaddiyaati, atau Aktivis Islam Menghadapi Tantangan Global, karya: Dr. Abdullah Nashih 'Ulwan, terj. Abu Abu Abida al-Qudsi (Pustaka Al 'Alaq, 2003), hlm. 19-38.
Sumber: Pusat Kajian Islam, Indonesia -
http://alislamu.com
0 comments:
Post a Comment