Family Khairul Rashidi: Ghuluw Dalam Beragama

Ghuluw Dalam Beragama

“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah, kecuali yang Haq…” (An-Nisaa’: 171)
Wahai Saudaraku, telah kita ketahui bahwa salah satu bentuk kesesatan yang dilakukan oleh kaum muslimin dalam beragama adalah sikap ghuluw...
berlebih-lebihan dalam beragama, beramal, dan melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh syari’at (Kitab dan Sunnah) sehingga disadari ataupun tidak pelakunya telah masuk ke dalam perkara yang dilarang dalam agama yaitu perkara bid’ah bahkan kesyirikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kita akan membahas tentang permasalahan ghuluw di dalam agama yang sempurna ini.

Pengertian Ghuluw
Secara bahasa, ghuluw bermakna melampaui batas. Sedangkan secara istilah ghuluw adalah melampaui batas-batas syari’at baik berupa amal ataupun keyakinan.

1. Asbabun Nuzul
Ayat yang telah disebutkan di awal risalah ini, yaitu Surat An-Nisaa’ ayat 171, turun berkaitan dengan sekelompok orang-orang Nashara yang telah berlebihan terhadap Nabi Allah ‘Isa ‘Alaihis-Salam. Mereka telah mengatakan bahwa Nabi ‘Isa adalah anak Allah. Na’udzubillah. (Asbabun Nuzul, Abul Hasan An-Naisaburi). Ar-Rabi’ mengatakan: “Mereka terdiri dari dua golongan:
o golongan pertama: golongan yang bersikap ghuluw dalam agama sehingga timbul keraguan dan kebencian terhadap agama (menganggap agama mereka belum sempurna – ed)
o golongan kedua: golongan yang kurang dalam beragama, sehingga mereka akhirnya mendurhakai perintah Rabb mereka.” (Jami’ul Bayan 4/ 373)

1. Tafsir An-Nisaa’ ayat 171
Ketika menafsirkan ayat di atas, Al-Imam Ibnu katsir rahimahullah mengatakan bahwa, “Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang Ahli Kitab untuk bersikap ghuluw dan ini banyak dijumpai pada kaum Nashara karena mereka melampaui batas dalam menyikapi ‘Isa ‘Alaihis-Salam sehingga mereka meninggikan derajatnya melebihi derajat yang telah ditentukan oleh Allah untuknya. Mereka menggeser kedudukan ‘Isa dari Nabi menjadi Ilah (sesembahan-ed) yang mereka sembah selain Allah, bahkan mereka pun melampaui batas dalam menyikapi pengikut-pengikut ‘Isa dengan menganggap mereka sebagai orang-orang ma’shum yang tidak pernah berbuat salah dan mereka bersikap taqlid kepada pengikut ‘Isa dalam setiap ucapan mereka, baik haq maupun bathil, sesat atau tidak, benar atau dusta. Oleh karena itu Allah berfirman:
“Mereka menjadikan orang-orang alim mereka dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb merka selain Allah…(At-Taubah: 31) [Ibnu Katsir, 1/ 785]
Al-Imam Asy-Syaukani menjelaskan: “Ghuluw adalah melampaui batas, dan yang dimaksud di sini adalah ghuluw-nya orang-orang Nashrani dalam menyikapi ‘Isa ‘Alahis-Salam, sehingga mereka menjadikannya sebagai Rabb, dan juga ghuluw-nya orang-orang Yahudi tentang ‘Isa sehingga mereka menjadikannya sebagai anak jadah.” (Zubdatut Tafsir 132)

Masih banyak lagi tafsiran para ulama terhadap ayat di atas. Pada intinya sikap ghuluw (ifrath) sangat tercela dalam Islam bahkan dapat membuat seseorang melakukan perbuatan menyekutukan Allah karena berlebihan dalam menyikapi/ memahami sesuatu, misalnya menganggap bahwa ‘Isa memiliki kedudukan sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla. Selain itu juga, ghuluw dapat berupa tafrith (pengurangan). Sebagaimana tuduhan keji yang dilontarkan kepada Maryam, ibunda Nabi Allah ‘Isa. Dan perkataan sebagian mereka bahwa ‘Isa ‘Alahis-Salam merupakan anak hasil hubungan yang tidak halal (anak zina). Na’udzubillah. Semoga kita bisa terbebas dari dua sikap sekaligus, ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (pengurangan) dalam beragama, dan janganlah kita berbicara tanpa disertai ilmu dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Maka, orang yang berbahagia dan selamat adalah orang yang menjauhi kedua sikap di atas.

Macam-Macam Ghuluw
Wahai saudaraku, bentuk-bentuk ghuluw dalam beragama sangat banyak dan beraneka ragam. Sebab, ghuluw dapat berupa perkataan, perbuatan, maupun keyakinan.

a. Ghuluw dalam keyakinan.
Bentuk ghuluw yang berupa i’tiqad atau keyakinan bermacam-macam contohnya. Ghuluw dalam keyakinan bersumber pada sikap melampaui batas-batas i’tiqad yang benar dan lebih mengikuti kepada pemikiran atau pemahaman firqah (kelompok) sesat, seperti ahli kalam, filsafat, tasawuf yang sesat dan menyelisihi pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Yang termasuk perkara ghuluw dalam keyakinan antara lain:

Ghuluw-nya orang-orang yang menafikan (meniadakan) sifat-sifat Allah dalam mesalah tanzih (menyucikan Allah dari sifat-sifat kekurangan) sehingga mereka men-ta’thil (menolak dan membuang sebagian atau seluruh) sifat-sifat Allah.
• Ghuluw-nya kaum Nashara dalam menyikapi ‘Isa ‘Alaihis-Salam, sehingga mereka mengangkat kedudukannya sampai menjadi ilah (sesembahan) yang disembah selain allah.
• Ghuluw-nya kaum Syi’ah dalam menyikapi Ali Radliallahu ‘Anhu. Sekelompok mereka ada yang mendudukannya sebagai ilah dan beberapa kelompok lain menganggapnya ma’shum.
• Ghuluw-nya sebagian kaum Sufi dalam menyikapi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka menganggap bahwa beliau diciptakan dari cahaya dan alam seisinya diciptakan dari cahaya beliau dan bahwasanya beliau ikut mengatur alam ini dan ucapan mereka yang lain.
b. Ghuluw dalam perbuatan.
Syaikhul Islam dalam kitab Iqtidlo’ As-Shirat Al-Mustaqim 1/ 283 mengatakan: “Dan tasydid (ghuluw) kadangkala berupa sikap menjadikan sesuatu yang tidak wajib dan tidak pula mustahab (sunnah) sebagai sesuatu yang wajib dan atau sunnah dalam ibadah. Dan kadang pula dengan menjadikan sesuatu yang tidak haram dan tidak makruh sebagai sesuatu yang haram dan makruh dalam perkara yang halal (thayyib).”
Dari penjelasan Syaikhul Islam di atas, bahwa yang dimaksud ghuluw dalam perbuatan adalah ghuluw yang berkisar pada hukum-hukum syari’at yang lima: wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. Maka, barangsiapa yang tidak menjadikan kelima hukum tersebut sebagaimana kedudukan/ hukumnya, maka dia telah melakukan sesuatu yang ghuluw. Misalnya, menjadikan sesuatu yang haram menjadi halal atau sunnah, yang sunnah menjadi haram, maka dia telah keluar dari jalan yang haq yang telah dituntunkan oleh rasul. Semoga kita semua terbebas dari perkara yang membinasakan ini.

1. Sebab-Sebab Terjadinya Ghuluw dalam Beragama
Ada beberapa sebab yang menjadikan seseorang berbuat ghuluw dalam melaksanakan ajaran ad-Diin al-Islam yang telah sempurna ini. Di antara penyebanya adalah:

2. Kebodohan seseorang tentang agama Islam
Bodoh dalam masalah agama dapat berupa kurang memahami maksud syari’at dalam masalah kemudahan (taisir) dan rukhsah. Hal ini dapat terlihat ketika ada orang yang memberat-beratkan diri dalam beribadah. Padahal, agama ini pada hakikatnya adalah mudah dan tidak dipersulit. Kemudian, seseorang yang tidak mengerti batasan-batasan dalam syari’at yang telah ditetapkan bagi mukallaf, bahkan mereka melampaui batasannya. Misalnya, mengharamkan sesuatu yang dihalalkan dan menghalalkan sesuatu yang diharamkan. Juga, ghuluw ketika mengangkat derajat seseorang atau makhluk seperti derajat Rabb (ilah). Ada juga seseorang yang kurang atau tidak mampu memahami nash-nash syari’at, atau memahaminya sesuai dengan akal pikirannya semata tanpa bimbingan syari’at/ ulama.

3. Seseorang yang mengikuti hawa nafsunya
Mengikuti hawa nafsu merupakan salah satu sebab terjadinya sikap ghuluw dalam beragama. Hawa nafsu merupakan penyakit yang samar tetapi sangat berbahaya bagi diri seseorang, sehingga banyak umat sebelum kita yang sesat dan menjadikan mereka ghuluw karena mengikuti hawa nafsu yang tercela. Untuk mengetahui cirri-ciri hawa nafsu yang tercela antara lain:
o Mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat (samar maknanya) dan meninggalkan yang muhkamat (jelas maknanya).
o Berpaling dari kebenaran yang jelas dan gamblang dan mencari-cari alas an untuk membenarkan perbuatannya.
o Mencari-cari rukhshah dan kemudahan dalam perkara yang samar/ syubhat tanpa meneliti dan berpikir, dengan alasan bahwa setiap yang mudah adalah terpuji dan yang sulit adalah tercela.
o Berjalan dengan bimbingan syahwat dengan mengatasnamakan agama.
o Tidak adil dan tidak konsekuen, baik dalam masalah ucapan, perbuatan, keyakinan, hubungan sosial, hukum, maupun cinta dan benci.
Di antara ayat yang menjelaskan tentang tercelanya sikap ghuluw karena mengikuti hawa nafsu adalah dalam firman Allah Ta’ala:
“…dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (QS. Shad: 26)

1. Beragama dengan bersumber dari hadits-hadits lemah dan palsu.
Salah satu yang menyebabkan seseorang menjadi ghuluw dalam menjalankan agama yang haq ini adalah dengan menjadikan hadits dhaif (lemah) dan maudlu’ sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an Al-Karim. Para ulama berbeda pendapat tentang bolehnya mengambil hadits dhaif dalam masalah fadhilah-fadhilah amal maupun dalam hukum. Tetapi yang paling rajih (kuat) adalah pendapat yang menghamkannya secara mutlak. Karena mengambil hadits dhaif berarti membuka pintu munculnya bid’ah dalam beragama. Di antara ulama yang mengharamkan mengambil hadits dhaif sebagai sumber hukum dalam agama antara lain Yahya bin Ma’in, Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibnu Hazm, dan Syaikh Al-Albani rahimahumullah dalam kitabnya Tamamul Minnah hal. 34.

Syaikh Al-Albani berkata: “Hadits yang dhaif tidak boleh dijadikan hujjah dan tidak boleh disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Menurut pendapat kami hadits-hadits ini tidak boleh diamalkan secara mutlak, dan ini pendapat sebagian Ahli Ilmu seperti Ibnu Taimiyyah dan yang lainnya. Dan hadits-hadits yang maudlu’ atau yang tidak ada asalnya (la ashla lahu) kadang-kadang tersamarkan bagi sebagian ahli fiqih sehingga mereka menetapkan hukum-hukum berdasarkan hadits-hadits tersebut. Itulah inti penyebab terjadinya bid’ah.” (Hajjatun Nabi, Syaikh Al-Albani hal. 102)
Dari penjelasan Syaikh Al-Albani di atas, dapat kita ketahui bahwa banyaknya kelompok atau firqah yang menyimpang dalam Islam dikarenakan pengamalan hadits dhaif dan maudlu’. Maka tidak heran jika kita melihat realita saat ini banyak terjadi kebid’ahan dan perbuatan ghuluw. Wallahu A’lam.
Itulah tadi beberapa penyebab timbulnya ghuluw dalam Islam. Sebenarnya, larangan berbuat ghuluw telah diterangkan dalam Al-Kitab dan As-Sunnah As-Shahihah. Salah satu ayat yang melarang kita berbuat ghuluw adalan surat An-Nisaa’ ayat 171 di atas. Sedangkan Rasulullah bersabda yang artinya,
“Hati-hatilah kalian dari ghuluw dalam agama, karena binasanya orang-orang yang sebelum kalian disebabkan karena ghuluw dalam agama.” (HR. Ahmad, An-Nasai, dan Ibnu Majah, hadits ini dishashihkan oleh Ibnu Taimiyyah dalam Iqtidla’ hal. 106 dan disepakati oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah 1283, dishahihkan pula oleh Syaikh Ali Hasan dalam Ilmu Ushulil Bida’ hal. 84)

Di antara sikap ghuluw yang ada pada saat ini (walaupun sebenarnya telah dilakukan oleh umat sebelumnya) antara lain ghuluwnya kelompok sesat Syi’ah yang menyatakan Khalifah Ali sebagai tuhan atau memiliki sifat ketuhanan. Kelompok ini lebih dikenal dengan Syi’ah Rafidhah yang berpusat di Negeri Iran, sedangkan di Indonesia dedengkot Syi’ah adalah Jalaluddin Rahmat di Bandung. Kemudian sikap ghuluw yang dilakukan oleh kelompok sesat Sufi/ Tasawuf terhadap Rasulullah dan syaikh-syaikh mereka. Seperti tindakan mereka berdo’a di kuburan wali/ orang shalih, meminta-minta kepada Rasulullah, meminta bantuan dan pertolongan, dan lainnya.

Selain itu sikap ghuluw terhadap Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah di Baghdad, Syaikh Al-Adawi di Mesir, Wali Songo di jawa, Kiyai Slamet (Kebo Bule) di Solo, dan masih banyak lagi. Maupun sikap ghuluw firqah Ikhwanul Muslimin kepada Hasan Al-Banna di Mesir, yang di antara mereka ada yang mengatakan bahwa Hasan Al-banna tidak mati, akan tetapi hidup di sisi Allah, sehingga mereka menyebutnya sebagai Asy-Syahid Hasan Al-Banna. Padahal Aqidah Hasan Al-Banna telah menyimpang dari aqidah Ahlus Sunnah, Salafush Shalih.
Demikianlah sikap ghuluw yang selalu ada pada umat Islam, disebabkan mereka jauh dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta pemahaman Shahabat Nabi, Salaful Ummah. Maka kita berdo’a kepada Allah agar dijauhkan sejauh-jauhnya sikap ghuluw dari diri kita, keluarga kita, keturunan kita, dan seluruh kaum muslimin. Dan agar seluruh ummat Islam tetap berada di jalan yang lurus. Amin. Wallahu A’lam

Penulis: Aboe Zaid

http://salafiyunpad.wordpress.com/2007/09/19/ghuluw-dalam-beragama/

1 comments:

Unknown said...

Saya pengen tanya, dan sampean juga harus jujur dengan diri anda, dan sampean harus bersumpah kalau tidak jujur sampean bersedia dilaknati oleh ALLOh ..apakah anda sudah mengamalkan Islam secara persis (tidak kurang /tidak lebih)seperti yang dilakukan Rasulullah SAw? karena kalau kurang, sapa tau yang sampean pikir kurang itu ternyata termasuk ghuluw....introspeksi Cak...sebelum mengatakan Bid'ah kepada sesama muslim....

Post a Comment